Awalnya saya iseng mengajak Ari dan Firman, teman di kantor untuk mendaki gunung bersama. Ternyata mereka tertarik karena belum pernah mendaki gunung sama sekali. Setelah dirembug bersama, diputuskan untuk mendaki gunung Prau di akhir September. Mereka berdua pun juga mengajak rekan-rekan yang lain dan bertambah anggotanya yaitu Sukma, Iqbal, dan Rahma.
Karena kami tidak ada yang berpengalaman untuk arrange trip pendakian akhirnya saya menanyakan ke Mas Heri lead developer saya yang sering meracuni saya untuk hobi-hobi baru selama beberapa bulan ini. Kebetulan Mas Heri juga sering ikut open trip dan mendaki sehingga punya kenalan driver yang akan kami sewa.
Tidak disangka justru Mas Heri yang awalnya hanya sekedar ingin membantu mencarikan driver memutuskan untuk ikut bergabung di trip pendakian Gunung Prau ini. Kami sepakat untuk berangkat di hari Jumat minggu lalu seusai jam pulang kantor. Perlengkapan untuk mendaki sudah kami kumpulkan di kantor H-1, menjadi terasa sekali nuansa liburannya.
Tepat pukul 19.00 kami berangkat menuju Wonosobo dari kantor dan sampai di basecamp sekitar pukul 10.30 pagi di basecamp gunung Prau. Karena pendakian ini hanya sabtu minggu maka kami melewati jalur Patak Banteng sebagai jalur tercepat untuk mencapai puncak.
Jalur Patak Banteng tidak secantik jalur Prau lainnya yang biasa diperlihatkan di Instagram. Tidak ada sabana dan pemanis lainnya, hanya jalur pendakian biasa yang berupa jalan setapak dikeliling oleh pohon dan sangat berbatu serta terjal. Yang menantang adalah konturnya yang hampir selalu menanjak. Maka tidak heran sampai di puncaknya pun lebih cepat 1 hingga 2 jam dari jalur lainnya.
Nafas serta stamina saya pun juga diuji, ternyata lebih berat beberapa kali lipat dari gunung Andong. Untungnya selama perjalanan di setiap pos ada warung-warung yang dapat kami sambangi untuk sejenak beristirahat. Untuk cuaca saat itu cerah dan cenderung panas serta berdebu. Sehingga kami harus memakai masker dan buff agar debunya tidak terhirup.
Mungkin hanya perasaan saya, namun di jalur Patak Banteng ini tampaknya tidak terdapat mata air sehingga benar-benar perbekalan air selama perjalanan harus cukup karena saya baru menemukan mata air di puncak gunung
Kira-kira 3.5 sampai 4 jam perjalanan dari basecamp, kami sudah sampai di puncak dan segera mendirikan tenda. Mas Heri dan driver juga ikut menyusul mendaki karena mereka asik merokok dulu di basecamp. Suasana malam di gunung Prau pada pendakian ini sangat menyenangkan karena anggotanya cukup banyak. Santap malam saat itu terasa mewah karena pada pendakian ini ada Rahma dan Ari yang pandai memasak.
Selamat tinggal Indomie (meskipun di tengah malam saya tetap menyantap Indomie yang dibawa oleh Mas Heri). Saya sendiri membawa tenda kecil untuk 2 orang yang awalnya hanya untuk saya dan Ari. Tapi ternyata Mas Heri ingin ikut di tenda saya, alhasil kami tidur dempet-dempetan agar tempatnya cukup. Tetapi dengan begitu tubuh dapat menjadi lebih hangat.
Sayang sekali milkyway tidak nampak di malam itu karena ternyata bulan purnama, suasana sunrise juga tampak kurang syahdu akibat terlalu ramai banyak orang. Maklum, dikarenakan kami mendaki di weekend. Selepas turun dan membersihkan badan kami segera kembali ke Jakarta di siang hari.
Selama perjalanan pulang kami juga menyempatkan untuk mampir ke beberapa obyek wisata di Dieng seperti candi Arjuna dan Sikidang. Perjalanan pendakian ke gunung Prau merupakan pengalaman yang tidak terlupakan dan menjadi cerita kelak ketika nanti kami sudah tidak lagi satu kantor.
Disadur dari blog lama saya di WordPress.com