“Adi, udah bangun kan lo?“ Panggilan telepon Line dari Ari di pagi hari itu membuat saya langsung terlompat kaget dari pulasnya tidur. Dengan tergopoh-gopoh langsung bangun pesan mobil dan mandi. Sudah hampir pukul 03.40 entah apakah dapat mengejar ke Gambir untuk keberangkatan pukul 05.05 pagi.
Tidak lama kemudian driver Grab menelpon bahwa sudah stand by di depan perumahan. Di tengah jalan baru sadar ternyata kartu Flazz hilang entah kemana. Untungnya bapak driver sedia E-Toll meskipun beliau harus top-up terlebih dahulu dan nanti saya tukar dengan cash.
Saya memohon ke driver agar tancap gas sekencang-kencangnya menuju Stasiun Gambir sebelum pukul 05.00. Beliau pun menyanggupi dengan syarat cancel dulu order sebelumnya agar dapat melaju di luar batas. Di Grab ada peraturan tentang batas kecepatan yang terdeteksi pada aplikasi.
Setelah saya cancel mobil pun melesat menuju jalan toll. Kencang tanpa henti hingga akhirnya sampai juga di Stasiun Gambir pukul 05.00 tepat. Dom Toretto dan Brian O’Connor pasti minder ketika melihat driver saya mengendari Avanza hitamnya dengan kecang tanpa bantuan NOS.
Selama perjalanan missed call tanpa henti dari Nia dan Ari terus melayang ke handphone sembari saya ngeles bahwa hampir sampai tinggal sedikit sampai
Kereta sudah hampir berangkat dan teman-teman yang sedang menanti diharuskan masuk ke kereta. Ari dan Firman pun menunggu hingga menit-menit terakhir di peron. Ternyata sahabat-sahabat saya ini punya ide agar saya tetap dapat masuk, yaitu membantu check-in dan cetak tiket lalu menitipkannya di stan kedai mochi. Saya langsung bayar cash driver dan pamit.
Berlari masuk ke dalam stasiun. Benar-benar seperti di dalam film, saya berlari kencang lewat pintu utara dan memasuki ruang tunggu di dekat KFC. Bahkan tolong jangan ditiru dan maafkan ketidak-sopanan saya saya sempat melompati orang-orang yang sedang tidur di bangku ruang tunggu. Waktu sudah menujukan pukul 05.04.
Mungkin terlihat dari raut wajah saya yang pucat dan panik membuat mudah ditebak oleh mas yang jaga stan mochi “pasti ini anak yang dititipin tiketnya tadi” Dari jauh si mas sudah mengulurkan tangan untuk memberikan tiket. Langsung saya sambar tiketnya sambil mengucap “MAKASIH MAS!” seperti ketika lari estafet.
Lanjut berlari sprint ke gerbang peron. “Mas ayo mas buruan tinggal semenit lagi kereta berangkat!“ teriak petugas peron. Saya langsung lari naik tangga dan melesat masuk ke dalam kereta. Tidak sampai beberapa detik kereta pun perjalan tepat pukul 05.07 lebih sedikit. Berjalan dengan lelah menuju gerbong yang seharusnya.
Terlihat Firman, Rahma, dan “anak-anak komplek” yang lain di gerbong 3, serius itu adalah perasaan paling awkward yang saya rasakan di pagi itu dan mereka pun heboh mengira saya tidak jadi bergabung.
Di Bandung kami menghadiri pesta pernikahan teman di eBworx dan satu kondo selama di Malaysia. Bertemu dengan banyak rekan di eBworx yang ternyata tidak banyak berubah. Masih solid dan penuh canda ceria. Saya masih ingat selama di Malaysia sering kali ditemani oleh mereka ketika masa orientasi. Di Indonesia pun mereka juga sudah seperti saudara saya, yang berjuang bersama di beberapa proyek.
Setelah acara pernikahan. Kami menyewa taksi untuk lanjut ke Bumi Sajoly, tempat yang kami sewa untuk menginap selama semalam. Akhirnya dapat kumpul-kumpul sekaligus temu kangen dengan anak-anak komplek. Beberapa dari mereka sudah berkeluarga dan membawa pasangannya. Lumayan jadi tambah kenalan sekaligus teman baru.
Keseruan pun pecah dengan bermain board game sekaligus berbagi cerita dan info terbaru. Tidak lupa kuliner online yang non-stop melimpah ruah. Terimakasih untuk keseruannya anak komplek, semoga kita dipertemukan lagi di acara liburan bersama yang berikutnya. Dan yang terpenting harus bertemu lagi di acara pernikahan Ria.