Credit to Unsplash

Karena sekarang sudah aktif lagi Instagram justru blog saya yang akhirnya terlantar dan jarang diupdate. Padahal beberapa draft telah disiapkan dari sebulan lalu coretan-coretannya. Tidak terasa juga sudah hampir 2 tahun semenjak saya pulang dari Malaysia dan kembali ke Indonesia untuk pindah ke perusahaan yang sekarang di Mitra Integrasi Informatika (MII).

Hidup itu susah ditebak tapi tetap saja harus direncanakan. Memang ketika memutuskan untuk pulang ke negeri sendiri saya punya maksud dan rencana yang harus segera dilaksanakan. Namun ternyata tidak semua eksekusi rencana semulus yang dibayangkan. Mulai dari rencana upgrade kamera yang harus dipending, menahan beli gadget terkini, plan settle kehidupan di Jakarta mendapatkan hunian, dan akhirnya justru harus kembali “sendiri”.

Saya menikmati benar setiap proses baik yang berhasil maupun harus terseok-seok ketika diimplementasikan. Untuk pekerjaan sendiri sudah banyak kemajuan bahkan sekarang telah menjadi zona nyaman, suatu hal yang paling saya benci sebetulnya.

Puji syukur kepada Tuhan di tahun 2017 saya mendapatkan employee award untuk kategori pengembangan dan inovasi produk.

Sebulan kemarin saya menerawang ke diri saya sendiri. Kurang lebih hampir 6 tahun berkecimpung di consulting, mengawali level mulai dari associate selama hampir 4 tahun di 2 perusahaan. Akhirnya di perusahaan sekarang diberi kepercayaan sebagai full consultant dan 3 bulan terakhir ini memegang peran sebagai technical project lead.

Dari yang awalnya hanya sebagai junior mengikuti senior, menjadi senior dan membantu lead, menjadi lead dan membatu staff, sekarang sudah dipercaya lebih dalam untuk manajemen pengembangan yang dilakukan oleh para konsultan di lapangan. Karir di bidang consulting atau pihak end-user biasa menyebutnya “vendor” terasa sangat cepat dan begitu banyak ilmunya, setidaknya begitulah yang saya rasakan.

Dibandingkan dengan ketika awal lulus kuliah bekerja di Hess hampir 1 tahun sebagai end-user yang sedikit sekali aktualisasi diri karena kebanyakan hanya memantau vendor dan sesekali troubleshot. Implementasi proyek ketika bekerja sebagai user pun lebih banyak memanfaatkan vendor dan saya sebagai pengontrol di lapangan apakah sudah sesuai desain serta cek kelengkapan dokumen.

Ketika ingin menerapkan hal baru hampir tidak pernah ada kesempatan. Seringkali terdengar “daripada develop in-house lebih baik menggunakan tools produk A produk B“ yang ujung-ujungnya harus pakai vendor untuk implementasi dan hanya terima bersih sudah jadi padahal solusi yang diinginkan hanya untuk memecahkan masalah receh

Sungguh membosankan dan terasa minim ilmu implementasi. Dari Hess saya belajar banyak tentang kekurangan diri saya untuk menjadi seorang end-user yang baik. Akhirnya kesempatan perubahan muncul ketika saya pindah ke consulting, pilihan yang tidak salah untuk memutuskan tidak ikut merger ke Chevron. Saya justru apply di salah satu perusahaan konsultan IT.

Bekerja di konsultan pacenya sangat cepat dan cenderung lebih menekan. Bahkan dalam satu semester turut support beberapa implementasi dengan skala besar di lokasi yang berbeda. Selain load multi proyek yang tinggi, wajib menjaga komunikasi yang baik di internal (biasanya PMO dan sales) dan di eksternal (user dan tim proyek), menjaga kualitas produk yang akan dideliver juga harus sesuai ekspektasi user bahkan melebihi ekspektasi mereka adalah tantangan yang cukup membebani.

Sebagai konsultan juga harus “lebih” smart, praktis, dan berkompeten dengan mengambil training serta sertifikasi. Namanya juga konsultan, tempat konsultasi sehingga tidak boleh abal-abal. Harus selalu memberikan best practice dan solusi yang jitu sesuai kebutuhan. Kemampuan non teknis seperti membuat slide presentasi dan memberikan training juga terus saya kembangkan.

Ilmu jualan dan pre-sales saya pelajari, hingga beberapa kali saya Prove of Concept, beberapa klien pun tertarik dan deal untuk melakukan tender. Tepat 2 tahun yang lalu saya ikut berhasil memenangkan tender aplikasi corporate banking di salah satu Bank Eropa untuk cabang Singapore. Ada value dan achievement lebih dibandingkan dengan hanya menerima bonus tahunan berupa nominal uang.

Saya tidak munafik di Hess memang ketika turun “bonus” terasa sangat menyenangkan (setahun 17–20x gaji di luar THR), apalagi dengan standar perusahaan minyak luar negeri yang kadang sering ditambahkan dengan sisa regional revenue akhir tahun. Tetapi ketika bonus tersebut turun di rekening, saya sering bertanya ke diri saya sendiri

Sebetulnya kontribusi apa saja yang saya selama ini sudah berikan kepada perusahaan? Hidup tidak semata-mata karena gaji. Harus ada proses pencapaian dan target yang harus dicapai.

Teringat ketika dulu kuliah, IPK bagi saya tidak terlalu penting. ilmu yang terpenting, justru saya senang dengan begadang hanya untuk menyelesaikan tugas-tugas serta mengolahnya hingga lebih advance dan belajar secara lebih luas. Jika di kelas hanya diajari tentang teori A, maka saya akan mendalami teori A dan mencari perbandingan dengan teori B sebagai alternatif jika teori A tidak berlaku.

Saya sendiri terbiasa dalam mencari usecase. Meski terkadang yang diminta oleh dosen atau asisten tidak sampai sejauh yang saya terapkan, namun saya ingin menunjukkan bahwa ilmu tidak hanya sebatas di kuliah. Ada orang yang mengatakan jika dapat santai kenapa harus sibuk? Namun bagi saya harus ada usaha ekstra untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Akan ada waktunya untuk santai tapi bukan sekarang.

Lebih baik mengejar daripada terkejar bahkan tertinggal. Memang tampaknya terlalu berlebihan tapi saya merasakan efek positif sebagai pribadi yang pembelajar dan tidak cepat merasa puas. Ilmu tidak dapat langsung dinilai dengan secarik transkrip ataupun slip gaji, seorang senior pernah berkata

Belajar tidak ada yang percuma, kualitas tidak akan berbohong. Emas di lumpur akan tetap menjadi emas.

Kelebihan lain selama di consulting adalah saya dapat bekerja sebagai “pria panggilan” Maksudnya jika tidak diminta user atau dipanggil atasan maka saya dapat bekerja dari rumah. Fleksibel kapan pun (dan transportasi difasilitasi oleh kantor) adalah kelebihannya.

Selama bekerja sebagai konsultan saya juga bersyukur dapat memiliki banyak koneksi entah itu user atau eks user. Seringkali kami bertemu tidak selalu tentang pekerjaan, terkadang hanya untuk kopdar dan bermain bersama. Benar-benar zona nyaman. Selama ini sudah saya catat poin-poin kenapa saya bertahan di konsultan meskipun beberapa user juga sudah menawari posisi di kantor mereka.

  1. Sering dinas keluar kota, jadi dapat sekalian berlibur dan selalu dibayari baik oleh user atau kantor. Insentifnya juga lumayan.
  2. Waktu yang fleksible dan tidak terikat waktu kerja, saya berusaha untuk bekerja profesional dan on-time dalam delivery.
  3. Saya tidak merasa stagnan terhadap pengetahuan. Banyak sekali ilmu yang dapat diterapkan. Baik dari programming, infrastruktur, arsitektur, fungsional, analisis dapat saya lakukan agar tidak bosan selama sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
  4. Selain teknikal, saya juga dapat belajar banyak aplikasi serta integrasi sekaligus mempelajari proses bisnis dari user (saya mencari tahu kelebihan serta kekurangan di masing-masing site)
  5. Perkembangan karir yang dapat saya sesuaikan sendiri tanpa perlu menunggu si A resign atau si B pensiun.
  6. Tidak merasa ada beban persaingan bisnis, sehingga merasa lebih bebas untuk berkomunikasi dengan siapapun selama tidak membahas rahasia perusahaan dan user.
  7. Gaji dan bonus? So far sih fair, bulanan di consulting disetahunkan setara di end-user harus menunggu 16–18x gaji setahun yang ditawarkan oleh user sehingga uang tidak dapat menjadi co-faktor saya harus pindah (beberapa sudah interview dan lolos tapi tidak saya ambil).
  8. Apresiasi, training, sertifikasi, dan fasilitas kepemilikan laptop pilihan saya sendiri tentunya membuat saya tetap bertahan di consulting.

Sekitar bulan Februari yang lalu mantan rekan kantor di Hitachi eBworx bercerita bahwa dia baru saja pindah ke Telkom group dan menawarkan lowongan di tempat dia bekerja. Tepat di mana pergumulan saya dimulai. Saya tidak tertarik dengan penawaran teman saya pada awalnya.

Saya justru bertanya-tanya apakah sebetulnya pengalaman saya di consulting selama ini sudah cukup baik ya? Seumur-umur saya menerapkan proyek di user saya tidak pernah telat apalagi delay.

Meskipun terkadang ada kendala teknis seperti bugs atau error atau hanya sekedar salah paham non-teknis selalu dapat terselesaikan dengan baik-baik. Jarang ada komplain tentang saya, jikapun ada karena saya jarang bertemu user tersebut akibat ditempatkan oleh manager saya di site lainnya. Sehingga merasa seperti diduakan.

Kembali lagi saya menyorot tentang apa yang saya implementasikan, saya merasa penilaian user saja tidak cukup untuk menyatakan bahwa pekerjaan telah dieksekusi dengan baik. Saya merasa saya harusnya turut merasakan produk yang saya develop, apakah benar-benar ada valuenya. Selama di bidang ini saya hanya memiliki sense of ownership terhadap proyek bukan bisnisnya. Sehingga setelah proyek tersebut selesai ya saya pasrahkan saja ke user untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Entah dipakai atau tidak yang penting sudah saya deliver dan saya sendiri cukup support apabila dibutuhkan. Saya mulai menyangsikan pendirian saya untuk tetap di consulting, saya merasa apa yang telah saya hasilkan seharusnya dapat dikembangkan lebih lagi untuk menunjang perusahaan user. Mulai muncul sense of ownership terhadap produk.

Terdapat perasaan sedih ketika mengetahui user beralih ke produk lain tanpa berdiskusi siapa tahu produk yang akan disuntik mati masih dapat dikembangkan (biasanya bukan karena produk lama jelek namun lebih sering dikarenakan permainan sales). Karena terlalu banyak implementasi saya ternyata tidak belajar untuk fokus dalam satu titik.

Jika sekarang mendapat pengetahuan luas seperti di laut, maka bagaimana jika harus bisa sedalam palung? Di consulting hal ini sangat sulit untuk dilakukan karena hanya berfokus sebagai partner teknologi. Seandainya saya kembali menjadi ke end-user maka akan fokus dimulai dari titik pembuatan ditarik ke titik di operasional dan hingga titik seterusnya.

Bagaimana produk akan mengahasilkan ROI (Return of Investment) dengan berbagai pengembangannya.

Tentunya saya akan merasa lebih ada nilainya jika dapat melihat serta mendampingi ‘anak’ yang saya lahirkan bertumbuh kembang dan bermanfaat bagi organisasi. Saya juga dapat belajar untuk menilai secara obyektif konsultan lain yang nantinya akan menjadi partner teknologi.

Seharusnya pengalaman selama menjadi konsultan dapat dijadikan acuan untuk mendeteksi mereka yang ‘nakal’, abal-abal, atau implementasi yang kurang tepat caranya. Muncul rasa penasaran seperti apa rasanya kembali menjadi user dengan pengalaman yang saya miliki sekarang. Seperti mengenang kembali di kala saya sebagai fresh graduate bekerja di Hess yang minim pengalaman, namun sekarang sudah berbekal pengalaman lebih.

Singkat cerita akhirnya beberapa hari lalu saya memutuskan untuk mengiyakan tawaran teman saya yang bekerja di Telkom group yaitu Metraplasa dan sedang dalam proses seleksi. Untuk test teknis online aman lolos. Setelah ini masih ada beberapa tahapan seperti wawancara HC, test teknis user, interview user, dan test kesehatan.

Sebetulnya di pertengahan Desember saya juga sudah mulai bergerak dan mendapat info diterima via email di Sampoerna Agro dan Elevania minggu lalu. Sedih yang Tokopedia belum berhasil. Sembari menunggu offering letter untuk menanti harga yang terbaik saya menimang apakah tetap di sektor swasta atau mulai bergerak ke BUMN.

Semoga menjadi proses yang baik untuk mengawali karir di end-user. Lebih fokus dan berkembang lebih pesat di satu titik. Mari keluar lagi dari zona nyaman ke zona nyaman berikutnya.