Pantai tampak terbentang luas dengan gunung karang yang mempesona, kelokannya membentuk sebuah simbol kasih berwarna keemasan ketika terkena sinar matahari terbit dan jingga lembayung syahdu ketika matahari terbenam.
Saya yakin pesisir pantai selatan Jember adalah destinasi wajib bagi penikmat alam nusantara. Tiba di Jember setelah 3 jam perjalanan dari Banyuwangi, saya terkagum-kagum dengan sumber daya kota ini. Adalah pengalaman pertama bagi saya untuk menginjakkan kaki di kota ini. Selama di Jawa Timur hanya sering mendengar keindahan alam pegunungan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Malang.
Yang ada di dalam benak saya sebelum berkunjung ke Jember adalah kota yang sepi dan sederhana seperti kampung halaman saya di Salatiga. Ternyata saya salah besar, Jember merupakan kota yang sangat berpotensi. Terlihat dari banyaknya pembangungan khususnya pusat perbelanjaan dan pabrik-pabrik pengolah makanan sebagai lapangan bekerja bagi warga lokal serta pendatang.
Terkenal sebagai penghasil tembakau dan kota santri berbatasan langsung dengan Banyuwangi, Lumajang, dan Bondowoso. Kota ini menyimpan keindahan alam yang indah. Mulai dari dataran tinggi hingga pantai. Khusus di pesisir pantainya, sungguh sayang jika terlewat untuk tidak disinggahi. Sebut saja Pantai Papuma dan Watu Ulo.
Saat ini minat dari wisatawan pun cukup tinggi terlihat dari hilir mudik pesawat di Bandara Notohadinegoro yang telah kembali aktif pada tahun 2014. Meski pelayanan transportasi hanya melayani 3 kali penerbangan dalam sehari namun dirasa sudah cukup untuk membawa banyak pengunjung dari luar kota yang transit dari Surabaya ibukota provinsi Jawa Timur.
Tingginya minat wisatawan tidak lepas dari peran pemerintah dan masyarakat Jawa Timur yang saling bersinergi untuk giat menggalakkan perekonomian melalui industri pariwisata. Tempat yang menjadi tujuan saya di Jember adalah Pantai Papuma. Nama Papuma sendiri merupakan akronim atau singkatan Pasir Putih Malikan.
Terletak sekitar 50 km di arah selatan Jember dengan akses jalan aspal yang dirasa cukup aman untuk dilalui kendaraan beroda empat dan roda dua. Pantai yang dikelola oleh Perhutani ini masih sangat alami dan cukup bersih, memiliki keunikan dan daya tarik pada gunung karang yang terdapat di sekitar pantainya serta asri karena dikelilingi oleh perbukitan hutan.
Hutan yang hijau berpadu dengan pantai yang biru beserta pasirnya yang putih bersih. Nuansanya yang jauh dari kata ramai menjadi pilihan bagi para muda-mudi untuk camping dan bermalam. Tepat di dalam komplek pantai terdapat penginapan yang telah disediakan oleh Perhutani yaitu Penginapan Foresta. Saya memilih tempat ini untuk persinggahan selama eksplorasi di pantai.
Di sekitar penginapan turut berderet warung makan 24 jam yang menyuguhkan aneka seafood dari hasil alam. Ikan tongkol, kepiting, lobster, udang, ikan kakap, dan sebagainya ada di tempat ini. Para pengelola warung mendapatkan bahan masakan dari tempat pelelangan ikan dan dermaga milik warga pesisir tepat di daerah Teluk Love. TPI tersebut tidak jauh dari Papuma dan dapat ditempuh dengan bersepeda motor sejauh 10 menit.
Spesies mamalia yang terdapat di sekitar pantai ini adalah monyet berekor panjang, cukup banyak dan sering ditemui di sepanjang pantai. Sehingga bagi para pengunjung tidak ada salahnya berwaspada dalam menjaga barangnya dan diharapkan tidak memberi makan hewan-hewan tersebut. Karena memberi makan kepada satwa dapat merusak kebiasaan mereka untuk bertahan hidup.
Sekitar 200 meter dari Foresta terdapat bukit Sitinggil untuk menikmati pemandangan landscape. Spot bukit Sitinggil ini menghadap ke arah barat sehingga sangat cocok dikunjungi ketika matahari terbenam. Degradasi warna kemerahan yang menyinari gunung karang yang beradu dengan ombak laut membuat suasana pantai ini semakin syahdu dalam kelembutan alam.
Bagi warga sekitar, Pasir Malikan sendiri berada tepat setelah spot bukit Sitinggil. Pasir putihnya yang tersapu oleh ombak biru di siang hari nampak semakin eksotis dengan siluet hijau karena berada dekat dengan perbukitan hutan. Di sekitar pantai terdapat banyak batuan karang yang cukup tajam dan sangat keras sehingga pengunjung tidak disarankan untuk berenang.
Ombak laut yang cukup kencang serta berhadapan langsung dengan samudera lepas pun menjadi rambu alam bagi mereka yang berkeinginan untuk berenang di pantai ini. “ Pantai ini baru sekitar 2–3 tahun terakhir banyak dikunjungi wisatawan mas, sebelumnya hanya Watu Ulo. Baru setelah ramai Pemda turun tangan untuk membangun sarana di daerah ini “ begitulah penjelasan dari Mas Hadi salah satu pengelola warung.
Mas Hadi adalah warga sekitar yang sebelumnya merantau ke negeri Jiran dan sejak 2015 kembali ke kampung halamannya di Jember untuk meneruskan usaha bersama istrinya. Beliau turut memberikan informasi bahwa terdapat destinasi wisata lain yang seringkali terlewat oleh para wisatawan. Seperti misalnya Gua Jepang atau bunker bekas perang dunia di perbukitan, kebun pepaya milik Perhutani, dan yang sedang hits adalah Teluk Love.
Teluk Love sendiri merupakan destinasi yang wajib dikunjungi saran dari Mas Hadi. Namun untuk transport menuju Teluk Love perlu usaha ekstra karena tidak terdapat kendaraan umum. Biasanya dari Pos Tiket, wisatawan dapat menggunakan jasa ojek bermotor dengan tarif sekitar Rp. 100.000,-. Di Teluk Love sendiri juga terdapat penginapan yang dikelola oleh warga sekitar dan harganya pun bervariasi tergantung musim liburan atau tidak.
Karena jarak yang tidak begitu jauh kita bisa mendapatkan kedua spot ini dalam satu hari, namun bagi yang menginginkan momen sunset dan sunrise dapat mempertimbangkan untuk bermalam. Dari penjelasan penjaga pantai, untuk menikmati momen matahari terbenam dapat bersantai sejenak di Sitinggil dan dilanjutkan bermalam di Papuma.
Alam dan langitnya yang bersih sangat memungkinkan untuk menikmati gemilang bintang di malam hari. Karena letaknya yang cukup jauh dari kota, polusi cahaya di tempat ini sangat minim sehingga mata dapat dimanjakan dengan bertenggernya galaksi bimasakti di atas kepala.
Saya pun menyewa jasa ojek dari Mas Hadi untuk dijemput pagi hari sekitar pukul 04.00 WIB dan diantarkan ke Teluk Love.
Sebuah mitos yang unik, bagi mereka yang datang bersama pasangan atau menyatakan perasaan cinta di Teluk Love maka hubungan yang dibina akan langgeng hingga selamanya.
Perjalanan dimulai dua jam sebelum waktu sunrise yaitu tepat pukul 06.00 WIB menurut Google, tutorial penggunaan time checker untuk fotografi akan diulas pada postingan selanjutnya. Saya sempat mempertanyakan kenapa harus dua jam sebelumnya padahal jarak tempuh hanya 10 menit. Mas Hadi pun menjelaskan untuk menuju Teluk Love memerlukan tracking dengan berjalan sejauh 2 km. Jalurnya berundak dan terus menanjak. Waktu tempuhnya sendiri sekitar 40–60 menit dari pos tiket masuk Teluk Love.
Di hari kedua tepat pukul 03.30 WIB saya sudah bersiap diri dan menunggu Mas Hadi untuk menjemput. Perjalanan menuju Teluk Love melewati jalanan yang cukup landai dan sudah aspal serta rambu penunjuk arah yang jelas sehingga tidak perlu khawatir jika menggunakan kendaraan pribadi. Namun perlu waspada karena penerangan jalan yang masih minim dan sedikit gelap. Cuaca selama perjalanan cukup dingin karena angin laut yang kencang.
Seperti penjelasan Mas Hadi tentang adanya tempat pelelangan ikan dan dermaga, dari kejauhan terlihat perahu-perahu nelayan yang masih melaut. Cukup terlihat jelas meskipun langit masih sangat gelap, lampu-lampu dari kapal terlihat seperti puluhan lampion yang mengambang di tengah gelapnya laut lepas samudera Hindia. Dari pos tiket perjalanan dimulai dengan undakan tangga yang ditempuh sekitar 500–700 meter.
Tangga tersebut tersusun dari balok-balok batu dan kayu, sehingga perlu berwaspada agar tidak terpeleset akibat embun pagi yang licin. Selepas menyusuri tangga terdapat bukit bendera NKRI yang merupakan favorit netizen Instagram karena dapat langsung melihat laut lepas dari ketinggian. Selain itu kita dapat menikmati Pantai Papuma, barisan pulau kecil, dan ombak yang berbaris rapi menghantam karang.
Selepas bukit bendera NKRI, perjalanan tidak lagi berupa tanjakan namun sudah landai dan dapat melanjutkan perjalanan menuju arah timur hingga sampai di gardu pandang Teluk Love. Sisi kanan dan kiri terdapat hutan yang lengang sepi dan cukup rindang meskipun terkena matahari yang terik. “Patok patung hati ini adalah tempat terbaik untuk mengambil gambar lho Mas Adi”, ujar Mas Hadi menghibur saya yang sedang kehabisan nafas mengikuti langkah lincah beliau.
Sayup-sayup terlihat matahari yang perlahan menyinari lautan lepas, dari langit yang gelap gulita lalu berubah menjadi ungu dan bertransformasi sempurna dengan warna oranye keemasan. Spot ini adalah spot terbaik untuk mendapatkan momen matahari terbit karena langsung menghadap ke arah timur.
Dari kejauhan pun saya dapat melihat pulau karang yang berbentuk penyu dan teluk yang memiliki pola berbentuk hati seperti nama tempat ini yaitu Teluk Love. Tepat seperti saran dari Mas Hadi, patok patung hati merupakan patokan yang tepat untuk melihat pola teluk yang unik dan mendapatkan landscape yang luar biasa cantiknya. Tidak terasa hampir dua jam saya berkeliling mengambil gambar di sekeliling bukit ditemani oleh pemandu saya yang sangat sabar menunggu.
Tepat pukul 07.00 WIB saya kembali ke penginapan dan bersiap untuk menutup perjalanan eksplorasi singkat di Jember.