Di bulan Desember yang lalu saya dan Grace pergi ke kampung halaman saya di Salatiga untuk sesi foto pre-wedding. Di sesi pre-wedding yang kami lakukan dibantu oleh kedua teman sekolah saya Pilip dan Yoga yang berkenan menjadi fotografer. Tentang Pilip sendiri merupakan salah satu orang yang turut meracuni saya untuk bergelut di bidang fotografi dimulai ketika kami kuliah di semester 3.

Beberapa spot foto di mana kami mengambil gambar sebetulnya adalah tempat-tempat yang biasanya saya dan Pilip sering kunjungi ketika hunting. Dan yang saya sebutkan di bawah sangat direkomendasikan untuk dikunjungi karena memiliki karakter khas kota Salatiga. Agaknya sayang untuk dilewati karena selain berkegiatan untuk hunting dapat sekaligus relaksasi serta menikmati kuliner.

Menikmati atmosfer kota Salatiga yang sejuk sembari diterpa angin dingin dan melihat langit temaram merupakan aktivitas yang paling menenangkan bagi saya. Tidak lupa memutar lagu di Spotify dengan playlist aliran alternatif dengan secangkir kopi.

Berikut adalah beberapa tempat yang dapat kita kunjungi untuk hunting di antaranya ada di bawah ini

Spot Sumurup — Rawa Pening

Ketika berkunjung di kota Salatiga pastikan untuk berkunjung ke Danau Rawa Pening. Rawa Pening merupakan danau yang cukup luas, sehingga ada beberapa titik pintu masuk yang dapat kita akses. Salah satu titik akses yang cocok untuk hunting adalah Spot Sumurup. Searah di jalan menuju Bawen kita dapat berbelok ke arah kanan menuju alternatif Ambarawa.

Saya sendiri juga baru tahu ada spot ini ketika Pilip mengantarkan saya untuk ambil gambar kereta wisata yang akan melintas meskipun akhirnya “zong” tidak mendapatkannya karena ternyata ada jadwal operasionalnya.

Sehingga selain bentang alam seperti danau dengan latar belakang pegunungan yang membentengi kota Salatiga, kita dapat mengambil landscape yang mendeskripsikan transportasi tempo dulu. Jika ingin mengambil gambar aktivitas warga, di sini dapat mengambil foto aktivitas para nelayan yang menebar jala serta petani yang menjemur eceng gondok. Dapat bereksperimen mengambil foto untuk genre human interest serta serta street photography. Lengkap bukan?

Saran dari Pilip datang ke tempat ini ketika jam golden sunset, sekitar pukul 16.30 sampai dengan 18.00. Langit sore yang diterawangi oleh matahari tenggelam membuat kami berdua sering terlena untuk menggalau bersama.

By the way di tempat ini saya dan Grace juga take photo dan mendapatkan momen yang dulu sempat gagal. Kereta wisata yang melintas menjadi latar belakang pengambilan foto kami berdua. Kakak saya pun juga mengambil foto pre-wedding mereka di tempat ini. Sehingga para pelaku usaha fotografi pre-wedding disarankan untuk menyempatkan ambil gambar di tempat ini ketika pagi ataupun di sore.

Agar mendapatkan lightning dari alam yang natural. Namun harus waspada apabila turun hujan, tetapi tidak perlu khawatir. Ada warung langganan yang bertengger di atas sisi danau dan cukup luas dengan model panggung. Sembari mencicipi gorengan plus kopi panas. Cukup otentik menurut saya.

Alas Karet

Jauh dari tempat sebelumnya di Sumurup, tempat hunting yang dapat kita kunjungi adalah Alas Karet. Tiga kali saya mengambil gambar di tempat ini dalam waktu yang berbeda. Lagi-lagi Pilip adalah teman yang mengenalkan spot ini kepada saya. Apabila ingin mengambil gambar ala hutan yang tampak gothic dapat mengunjungi area hutan karet yang berada di pinggir jalan.

Beberapa kali saya ke tempat ini, saya pun juga sering bertemu para fotografer yang sedang mengambil foto untuk sesi pre-wedding dan foto model.

Muda-mudi Salatiga pun juga sering mengambil foto untuk sekedar diunggah ke Instagram. Cukup Instagrammable dan latar belakang hutan membuat feed media sosial mereka tampak tematik dengan model beberapa frame. Sering pula untuk pengambilan foto para influencer yang mempromosi barang jualan seperti pakaian outdoor dan santai.

Tampak pas dan apik barang jualan yang dipadukan dengan foto outdoor, serasi dengan perawakan mereka yang memang seperti artis.

Wajib sedia lotion anti nyamuk apabila sensitif dengan hewan serangga ya.

Apabila ingin tracking dan eksplore perlu persiapan fisik yang bugar dan mengenakan sepatu. Di dekat Alas Karet terdapat beberapa bukit yang dapat didaki untuk melihat kota Salatiga dari ketinggian. Namun tenang karena tidak perlu perlengkapan seperti naik gunung. Pemandangan dari ketinggian sering saya manfaatkan untuk mengambil foto bentang alam dan hutan yang bersebelahan dengan urban. Sedangkan di hutan memang cocok untuk foto portrait.

Mata Air Senjoyo

Jauh ke arah selatan kota Salatiga di tahun 2017 lalu saya mengendari motor ke arah Mata Air Senjoyo. Kebetulan karena setelah hujan paling mantap menyantap gorengan khas Mata Air Senjoyo. Terdapat warung yang menyediakan gorengan kesukaan saya yaitu keripik bayam.

Bayam yang sedikit kering dibalur dengan tepung beras lalu digoreng di tempat. Nikmat disantap ketika masih panas. Tentunya setelah beberapa waktu ditiriskan agar lidah tidak terbakar.

Kebetulan ketika saya melewati tempat ini waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 sore dan sekalian ingin mengambil gambar dengan mode long exposure. Kebetulan obyek foto yang diambil adalah mata air dengan harapan dapat tampak dramatis seperti ketika di Curug Parigi Bekasi. Memang untuk teknik long exposure harus diambil dengan kombinasi rana pencahayaan yang minim dan shutter speed yang lambat untuk kompensasi cahaya serta gerakan obyek.

Tidak disangka saya melihat kebun warga yang tampak cantik. Kebun kelapa terkena lembayung senja, daunnya tampak berwarna kemerahan berpadu dengan rumput yang hijau. Sehingga saya pun mampir untuk mengabadikan momen tersebut.

Tidak lupa saya juga ijin kepada pengelola lahan dengan maksud mengambil foto pemandagan agar tidak dianggap sembarangan masuk ke lahan warga. Ternyata diperbolehkan asal saya tidak nyolong panen dan tentunya itu hanya bentuk canda dari ramah tamah warga lokal.

Pemandangan ala kampung di Mata Air Senjoyo ternyata juga memiliki keindahan tersembunyi yang layak untuk dijadikan tempat hunting. Genrenya sendiri saya pun tidak tahu masuk ke dalam kategori apa. Namun kata cantik tidak perlu dikategorikan bukan?

Pohon Pengantin

Ikon kota Salatiga, di mana ada versi cerita yang saya pernah dengar konon katanya ada sepasang muda-mudi yang mengikrarkan janji setia mereka untuk bersatu di dalam ikatan pernikahan. Namun karena maut yang datangnya tidak dapat ditebak dan kuasaNya mampu memisahkan raga setiap insan, akhirnya jasad yang dikuburkan bersama pun tumbuh menjadi sepasang pohon besar yang masing-masing membentuk lambang kasih yaitu hati.

Namun saat ini hanya tinggal satu pohon yang tersisa dan di sekitar pohon pengantin adalah hamparan sawah yang sangat menyejukkan mata. Di tempat ini kami take foto pre-wedding di dekat kerbau yang sedang berendam di sawah milik warga dengan kostum tradisional, sehingga mendapatkan nuansa ala pedesaan yang sederhana. Di pagi dan sore hari menjelang maghrib biasanya banyak pengunjung yang datang ke tempat ini untuk bersantai.

Banyak juga yang mengambil foto karena pemandangan sunset serta sunrise di tempat ini sangat ikonik. Maka tidak heran banyak artikel di internet yang turut mengulas tentang pohon cinta atau pohon pengantin di kota Salatiga. Apabila beruntung turut dapat mendapatkan gambar dengan latar gunung Merbabu dan Telomoyo atau juga di beda arah dapat berlatar belakang gunung Ungaran.

Saya beberapa kali hunting ke sini bersama Ibu, adik, dan pernah juga sendiri. Sembari bersantai di atas pohon saya dapat mendengarkan suara burung. Karena lokasinya yang sepi dan agak jauh dari jalan saya juga menghabiskan waktu untuk membaca artikel di bawah pohon ini agar lebih fokus. Beberapa bunga yang tumbuh di sekitar sawah turut menambah warna yang semarak sehingga mata tidak cepat lelah. Semoga pohon ini awet dan dapat dinikmati hingga ke generasi berikutnya.

Sebetulnya masih ada banyak sekali spot foto di kota Salatiga dan sekitarnya. Namun dikarenakan keterbatasan akomodasi, waktu, pengetahuan, dan hal lainnya saya tidak dapat memberikan secara lengkap dalam satu waktu. Untuk mendapatkan informasi tentang hidden treaseure kita dapat memanfaatkan media sosial serta koneksi lokal setempat.

Saya sendiri sering memanfaatkan sosial media Instagram dengan hashtag #exploreblablabla serta akun-akun kredibel yang memberikan informasi “eksplorasi” wisata. Ada baiknya juga untuk berbaik hati dengan berkontribusi dalam menyebarkannya agar lebih viral. Bukan untuk sekedar pamer namun agar lebih dapat dikenal serta dikelola dengan lebih baik potensi wisatanya.

Bukankah sosial media akan menjadi lebih bermanfaat untuk hal-hal yang positif?

Sekian dari saya, sedikit berbicara tentang kebersihan dan sopan santun. Please jangan buang sampah sembarangan dan menghargai warga lokal sekitar. Mampu menghargai lingkungan tentunya menjadi salah satu poin penting yang menggambarkan kepribadian setiap traveller. Alam adalah guru dan laboratorium pengetahuan yang terbaik, salam.

Foto pre-wedding credit to : Pilipus dan Yoga